Marsekal Djoko Suyanto, Sekelumit Kisah Menjadi Panglima TNI

0
1991
Sertijab Panglima TNI Djoko Suyanto Kpd Djoko Susanto
Sertijab Panglima TNI Djoko Suyanto Kpd Djoko Susanto

Oleh : MEGA SIMARMATA

Jakarta, 2 Desember 2007  (DOKUMENTASI INILAH.COM)   —  Marsekal Djoko Suyanto genap berusia 57 pada Minggu, 2 Desember ini. Kali ini, momen bertambahnya hitungan usia bagi Djoko boleh jadi punya makna lain. Maklum, ia sedang bersiap memasuki masa pensiun. Persisnya per 1 Januari 2008.

Dan, itu berarti selesai pula masa baktinya sebagai Panglima TNI. Tulisan ini sebatas kesan atas seorang sahabat yang sebentar lagi mengakhiri masa pengabdiannya di TNI.

Djoko punya selera humor yang cukup tinggi. Akhir pekan lalu di Istana Presiden, ia bercanda bersama para wartawan yang memang akrab dengannya.

“Kalian tau gak, apa syarat menjadi Panglima TNI?” kata Djoko.

“Gak tau, Pak…,” jawab para wartawan serempak.

“Syaratnya adalah ia harus Kepala Staf Angkatan atau Mantan Kepala Staf Angkatan yang belum pensiun. Satu lagi, harus bernama Joko!” timpal Djoko.

Gerrrrr… Para wartawan pun terbahak-bahak.

(Soalnya, calon pengganti Joko, adalah Joko juga, yaitu Jenderal TNI Joko Santoso).

Di hari ulang tahunnya, Djoko melewati pagi harinya dengan berolahraga bersama bawahannya dalam rangka farewell (perpisahan) dari pejabat lama ke pejabat baru untuk jabatan Kepala Staf Umum (Kasum) TNI, Asisten Operasi (Asops), Asisten intelijen (Asintel), Inspektur Jenderal (Irjen), dan Wakil Kepala Staf TNI AD (Wakasad).

Minggu (2/12) malam sang istri tercinta menyiapkan acara sederhana di kediaman dinas Djoko di Wisma Yani.

Sertijab Panglima TNI Djoko Suyanto Kpd Djoko Susanto
Presiden SBY dan Wapres JK bersama Marsekal Djoko Suyanto dan penggantinya, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, di Istana Negara, Jumat (28/12/2007) siang. (foto: abror/presidensby.info)

Marsekal Djoko Suyanto lahir di Madiun, 2 Desember 1950. Putra dari Alm. Mayor (Pur) Soepeno ini cukup lama bertugas di Lanud Iswahjudi sebelum akhirnya menjadi orang nomor satu di pangkalan pesawat-pesawat tempur TNI AU tersebut.

Sejak dilantik presiden menjadi perwira remaja dengan pangkat letnan dua (Letda) pada 1973, Djoko pernah bertugas di Lanud Iswahjudi. Bahkan, di tempat kelahirannya itu, ia sempat menjadi Komandan Skuadron Udara 14 yang membawahi pesawat tempur F-5 Tiger pada 1990-1992.

Sebagian pihak salah persepsi tentang masa pensiun Marsekal Djoko Suyanto. Karena 2 Desember adalah hari ulang tahunnya, hari ini ia dianggap memasuki masa pensiun.

Padahal, secara administrasi, ia baru resmi pensiun per 1 Januari 2008.

Marsekal Djoko Suyanto menyandang jabatan Panglima TNI selama 1 tahun 10 bulan. Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencalonkan namanya untuk posisi Panglima TNI ke DPR pada 15 Januari 2006, banyak pihak terkejut dan senang.

Sebab, inilah kesempatan pertama TNI AU memimpin TNI. Ia menjalani fit and proper test di Komisi I DPR-RI pada 2 Februari 2006 dan dilantik Presiden SBY di Istana Negara pada 13 Februari 2006.

Ketika namanya dicalonkan, sosok Djoko sempat jadi sorotan karena calon Panglima TNI sebelumnya (Jenderal Ryamizard Ryacudu, yang diajukan di akhir masa jabatan Presiden Megawati Soekarnoputri -Red) terganjal.

Sejak Oktober 2004 sampai Februari 2006, nasib pencalonan Ryamizard sempat ‘digantung’ Presiden SBY.

Puan Maharani (disebelah kiri) dan Megawati Soekarnoputri
Puan Maharani (disebelah kiri) dan Megawati Soekarnoputri

Tak banyak yang tahu, nilai kesantunan yang dianut Djoko terkait dengan pencalonannya dulu.

Ia mengutus seorang sahabat baiknya yang kebetulan wartawati untuk menemui Ryamizard dan Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Kebetulan, sang wartawati berteman baik juga dengan Ryamizard dan Megawati.

Januari 2006, sang wartawati secara khusus menemui Ryamizard dan Megawati yang kebetulan sama-sama menghadiri sebuah seminar di Hotel Sahid Jakarta (sekarang Hotel Sultan Red).

Kepada Ryamizard, sang wartawati menyampaikan salam dari Djoko seraya memohon doa restu untuk pencalonannya sebagai Panglima TNI.

Ryamizard menitipkan pesan kepada sang wartawati, “Gue gak sakit hati sama Djoko. Ia sahabat baik gue. Pasti gue mendukung.”

Kepada Megawati, sang wartawati secara berhati-hati mengawali pembicaraan dengan kalimat, “Ada yang menitipkan salam hormat untuk Ibu”.

Megawati menjawab, “Salam dari sopo?”.

Sang wartawati bilang, “Marsekal Djoko Suyanto, calon Panglima TNI.”

Megawati menjawab, “Secara politis, sikap PDI Perjuangan tetap menganggap calon Panglima TNI adalah Jenderal Ryamizard Ryacudu.”

Sang wartawati menyahut “Iya, Bu, saya mengerti. Ini sebatas menyampaikan salam hormat karena Ibu kan tetap keluarga besar TNI Angkatan Udara.”

Megawati terdiam cukup lama. (Mantan suami Megawati sebelum Taufiq Kiemas, memang dari TNI AU -Red).

Menkopolhukkam Marsekal TNI Purn. Djoko Suyanto
Menkopolhukkam Marsekal TNI Purn. Djoko Suyanto

Djoko juga sempat menghubungi Puan Maharani (putri Megawati -Red) untuk menitipkan salam kepada Megawati. Awalnya, Djoko minta waktu berbicara, tapi Puan mengatakan ibunya sedang sibuk.

Pada forum fit and proper test di Komisi I DPR, Februari 2006, pencalonan Marsekal Djoko Suyanto sebagai Panglima TNI mendapat persetujuan dari semua fraksi yang ada di Komisi I DPR, kecuali dari Fraksi PDI Perjuangan.

Saat itu, F-PDIP menyatakan tidak mendukung, tapi juga tidak menolak.

Dengan demikian, dukungan dan persetujuan atas pencalonan Djoko nyaris sempurna. Ini jauh lebih baik ketimbang, misalnya, F-PDIP menyatakan menolak pencalonan Djoko.

Kabarnya, Megawati selaku Ketua Umum PDI Perjuangan memang memberikan ‘pesan’ agar pencalonan Djoko tidak ditolak, tapi juga jangan disetujui. Andai saja waktu itu F-PDIP menolak, persetujuan DPR akan menjadi ‘tidak elok’ kedengarannya.

Saat Perdana Menteri Inggris Tony Blair berkunjung ke Indonesia, Juni 2006, diadakan jamuan makan malam di Kedutaan Besar Inggris. Djoko hadir dan tidak disangka ternyata di situ juga ada Megawati.

Panglima TNI berinisiatif menghampiri Megawati. Setelah memberi tanda hormat, Djoko mengatakan, “Selamat malam, Bu. Marsekal Djoko Suyanto, Panglima TNI.” Mereka berjabatan tangan.

Tapi, kabarnya, Megawati tidak mengucapkan sepatah katapun.

Sebenarnya, Megawati bukanlah figur yang memiliki sifat sombong.

Pada dasarnya ia memang pendiam. Dan, ia juga tidak membenci Djoko terkait kontroversi pencalonannya sebagai Panglima TNI yang dianggap memotong laju Ryamizard.

Saat perjumpaan pribadi penulis dengan Megawati di kediaman pribadinya di kawasan Kebagusan, Jakarta Selatan, sekitar September 2006, penulis bercerita bahwa rumah dinas Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto bukan lagi di Kompleks Menteri Jalan Denpasar Raya, Kuningan. Sudah pindah ke Wisma Yani di Taman Suropati, persis di depan rumah dinas Gubernur DKI Jakarta.

Mendengar cerita penulis, Megawati tampak terkejut “Kok wani to? Ora ono Panglima TNI sing wani omahe nang kono. Wedi.”

Rumah dinas Panglima TNI sebenarnya memang di Wisma Yani, yang di era Bung Karno menjadi rumah dinas Jenderal Ahmad Yani, Pahlawan Revolusi yang tewas pada peristiwa G 30 S/PKI.

Rumah ini terkenal menyeramkan sehingga tidak pernah ditempati sebelumnya oleh para Panglima TNI sebelum Djoko.

Penulis menjawab, “Iya, Bu. Kata Pak Djoko, ia gak takut biarpun pohon beringinnya gedeminta ampun. Setannya takut sama Pak Djoko. Beliau bilang begitu.”

Megawati tersenyum dan mengatakan, “Pantas sekarang rumahnya jadi apik, terang, beberapa kali saya lewat … dalam hati bertanya juga, kok jadi bagus suasananya.”

Presiden SBY memberi ucapan selamat kepada Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto, disaksikan Ny.Djoko Suyanto, usai pelantikan di Istana Negara, Senin (13/2/2006) pagi. (foto: abror/presidensby.info)
Presiden SBY memberi ucapan selamat kepada Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto, disaksikan Ny.Djoko Suyanto, usai pelantikan di Istana Negara, Senin (13/2/2006) pagi. (foto: abror/presidensby.info)

Marsekal Djoko Suyanto adalah penerbang tempur pesawat F-5 Tiger yang tangguh.

Tapi, ada satu sisi kemanusiaan yang tak bisa ia tutupi, yakni kedukaan mendalam saat putra sulungnya, Febbi, meninggal dunia karena kanker otak.

Dari perkawinannya dengan Ratna Sinar Sari, Djoko dikaruniai dua orang anak, Yona Didya Febrian (alm) dan Kania Devi Restya yang saat ini kuliah di London School, Jakarta.

Kematian putra sulungnya yang sempat mengidap tumor otak itu menjadi sebuah kisah sedih yang sangat mendukakan hatinya.

Tak heran jika selama ini, setiap kali mendapat tugas baru, Djoko dan istrinya selalu berziarah ke makam orangtuanya, ayah mertuanya, dan anak sulungnya.

Semua dimakamkan di Madiun.

Suatu hari, penulis menceritakan kepada Djoko tentang Eric Clapton, penyanyi kondang dunia, yang pernah menciptakan sebuah lagu khusus, Tears in Heaven, sebagai wujud kedukaan dan kenangan atas kematian anak lelakinya. Lagu yang sempat menjadi hits itu menyentuh perasaan Djoko.

Mendengar lagu Tears in Heaven, Djoko menangis.

Ia terkenang Febbi, putra kesayangannya yang mati muda.

Would you know my name if I saw you in Heaven? Would it be the same if I saw you in Heaven? I must be strong and carry on, ‘Cause I know I don’t belong here in Heaven. Would you hold my hand if I saw you in Heaven? Would you help me stand if I saw you in Heaven? I’ll find my way through night and day, ‘Cause I know I just can’t stay here in Heaven

“Aku akan selalu bertugas dengan sebaik-baiknya, Meg. Salah satunya sebagai dedikasiku kepada Mas Febbi. Kami sekeluarga tetap merasa ia masih ada…” kata Marsekal Djoko Suyanto kepada penulis suatu ketika.

Selamat ulang tahun, Panglima!  (*)

* Mega Simarmata adalah Editor-in Chief KATAKAMI.COM. Sebelum mendirikan KATAKAMI.COM pada tahun 2008, pernah bergabung dan bekerja di Situs Berita INILAH.COM. Kemudian pernah menjadi Koresponden di Voice of America (VOA) selama 5 tahun.

Sumber : http://indonesiakatakami.wordpress.com/news-2/marsekal-djoko-suyanto-57-tahun-tears-in-heaven-untuk-febbi/

Admin : This is the secret of the new world for Indonesia (Dimas Bagus Parasdya – 12 Juli 2013 for Indonesia 2014).